Selasa, 30 Juli 2019

Rasio Utang Terkelola, Produktivitas Terwujud, Rakyat Sejahtera


Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata Utang? 

Kecenderungan orang akan berpikir parsial dengan terarah ke negatif karena mengaitkan ketidakmampuan ekonomi, kekurangan, dan minta ke orang atau pihak lain. Bahkan akhir-akhir ini, berita tentang semakin membengkaknya utang negara membuat rakyat khawatir dan resah. Banyak pihak yang mengkhawatirkan kondisi ini akan semakin bertambah parah dan takut jika pemerintah sampai gagal membayarnya sehingga membuat utang Indonesia menumpuk. Entah kenapa, pandangan itu sangat lumrah mengingat minimnya pemahaman masyarakat terkait pengelolaan utang negara, rasionya seperti apa, dan buat apa utangnya, kenapa harus berutang. Atas dasar itulah, diperlukan pemahaman yang mumpuni terkait pengelolaan rasio utang yang akan ditujukan untuk belanja produktif, yang akan dikupas tuntas di artikel ini.

Mari kita sederhanakan pemahaman dengan menarik ke kehidupan individu. Di dalam kehidupan sehari-hari pun, ketika ada kebutuhan prioritas dan mendesak, maka demi kesejahteraan dan demi keberlangsungan roda kehidupan, rumah tangga atau bisnis, orang akan berutang apabila tidak terdapat alokasi dana yang cukup. Dalam kehidupan berumah tangga misalnya, wajar apabila anak dewasa marah, jika mengetahui orangtuanya memiliki banyak utang dan tidak dikomunikasikan utang itu buat apa. Tahukah anak tersebut kalau orangtua berhutang untuk membayar biaya riset anaknya, misalnya? Nah, inilah yang mau kita Tarik dalam koridor yang lebih kompleks dalam kehidupan bernegara.

Sadar APBN

Sadar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan kuncinya. Mengapa? Pendiri bangsa ini telah menetapkan dengan sangat jelas visi bangsa untuk menjadi bangsa yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur dalam Pembukaan UUD 1945. Mewujudkan cita-cita bangsa tersebut memerlukan dana yang tidak sedikit. Di dalam APBN terdapat 3 unsur utama yaitu pendapatan negara, belanja dan pembiayaan. Pembiayaan atau utang muncul apabila pendapatan negara tidak cukup untuk membiayai belanja negara. 

Dengan kata lain, utang merupakan bagian kecil di dalam APBN  yang digunakan untuk menutup defisit kas negara. Hingga saat ini sudah lebih dari 180 negara di dunia berutang untuk menutup defisit kas negaranya. APBN ini juga merupakan kesepakatan antara pemerintah dan rakyat yang diwakili oleh DPR dan pelaksanaannya diawasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan.  

Rasio Utang

Utang harus dilihat menyeluruh dalam struktur APBN. Utang yang diambil pemerintah dipastikan telah diputuskan secara matang, baik terkait kemampuan membayarnya dan juga risikonya.  Rasio  utang  terhadap  Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan sebesar 29,5%  –  30,5% pada  periode tahun 2019 hingga 2022 dengan potensi pergerakan di kisaran +4,0% untuk mengakomodasi shock. Pada saat kondisi shock, rasio utang terhadap PDB meningkat melebihi 30,0% sebagai akibat tekanan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Bagaimana cara membaca angka tersebut?

Pada tahun 2018 misalnya, secara nominal, utang Indonesia ada sejumlah Rp 4.418 triliun. Tentu angka tersebut tampak sangat besar. Tetapi jika dibandingkan dengan PDB, sebagai refleksi penghasilan negara, sejumlah Rp 14.735 triliun, maka rasio utang adalah 29,9%. Angka ini juga sama dalam range perkiraan rasio utang terhadap PDB tahun 2019  sampai 2022 yang berada di kisaran 29,5% - 30,5%. Apa arti angka ini? Berdasarkan UU No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, maka batas maksimum rasio utang terhadap PDB adalah 60%. Dengan artian bahwa rasio utang saat ini masih jauh dari yang diperbolehkan oleh UU. Singkatnya, utang Indonesia masih aman

Pertanyaan berikutnya adalah mampukah pemerintah membayar utang sebesar itu? Indonesia belum pernah gagal membayar utangnya sejak era reformasi. Utang pemerintah dikelola secara prudent untuk kesinambungan fiskal. Jatuh tempo utang tersebut bervariasi dan tidak serentak dalam setahun. Konsep ini yang perlu dipahami oleh masyarakat umum. Rata-rata jatuh tempo utang Indonesia adalah 8 sampai 9 tahun. Kewajiban pelunasan utang masa depan ditunjukkan oleh potensi menghasilkan pendapatan yaitu penerimaan perpajakan, penerimaan negara bukan pajak dan penerimaan dari pemanfaatan aset. 

Analisis kemampuan pembayaran utang jangan dilihat hanya dari Sumber Daya Alam (SDA) karena banyak negara yang tidak memiliki SDA namun tetap maju dan sejahtera serta mampu bayar utangnya. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator lain yang lebih tepat. Buktinya adalah pada tahun 2018, defisit anggaran adalah sebesar 1,76% dari PDB, tetapi pertumbuhan ekonomi saat itu adalah 5,15%. Artinya adalah kapasitas ekonomi pemerintah dalam membayar utang masih terjaga dengan baik. Sehingga tidak heran jika pada tahun 2018, utang Indonesia yang jatuh tempo sebesar Rp 501,3 triliun dapat dibayar lunas tiada sisa. 

Dalam rangka pengelolaan risiko utang, pemerintah juga terus mengupayakan pengeluaran utang dalam bentuk Surat Berharga Negara dalam mata uang rupiah didukung dengan suku bunga tetap. Komposisi utang negara akhir 2018 adalah 59% rupiah dan 41% valuta asing. Dengan demikian risiko terhadap pelemahan nilai tukar dan perubahan suku bunga akan sangat kecil. Sehingga biaya pengelolaan utang pun dapat ditekan. 

Utang untuk Produktivitas

Pemanfaatan alokasi utang Indonesia adalah hal yang perlu diperhatikan lebih jauh. Yang harus dipastikan adalah bagaimana penggunaannya dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sejalan dengan cita-cita bangsa. Utang yang ada diharapkan merupakan suatu keputusan investasi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, memperbaiki produktivitas dan daya saing Indonesia. Sehingga Indonesia mampu mewariskan aset-aset produktif, baik yang berwujud maupun tidak berwujud, yang bermanfaat bagi kemajuan bangsa. Kata kuncinya adalah pembangunan nasional dilakukan pemerintah karena ingin masyarakat sejahtera

Utang sangat direkomendasikan digunakan untuk belanja produktif. Peningkatan produktivitas dari utang akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, karena pertumbuhan ekonomi yang baik maka utang yang meningkat dapat segera dibayar sehingga tidak menjadi beban. Belanja produktif dimaksud adalah seperti memberikan fasilitas pada sektor riil seperti Unit Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pembangunan infrastruktur sebagai wujud pemerataan pembangunan di daerah, pendidikan dan sebagainya. Dengan pembangunan infrastruktur maka diharapkan akan mendorong produktivitas yang lebih tinggi dari sebuah usaha, yang akan turut mendorong investasi masuk.

Sebagai contoh, pembangunan di tempat kami, di Nusa Tenggara Timur, sangat terasa menggerakkan roda perekonomian daerah. Pengaspalan jalan raya sampai daerah pelosok, pembangunan bendungan Raknamo, fasilitas telekomunikasi, pendidikan, transportasi, fasilitas kesehatan menjadikan provinsi NTT lebih berdaya saing dan mengundang investor masuk kesini. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat.

Again, pada prinsipnya negara sebenarnya tidak memiliki tujuan untuk berutang. Tetapi saat ini utang diperlukan sebagai bagian kecil instrumen untuk membiayai belanja negara. Sehingga pemerintah menjadi terpaksa berutang. Kenaikan utang saat ini juga digunakan untuk membiayai belanja negara yang meningkat, yang juga ditetapkan dalam APBN oleh rakyat melalui DPR dan pemerintah. Belanja negara ini-lah yang perlu diawasi agar utang tersebut digunakan untuk belanja yang bersifat produktif. 

Langkah penting yang harus segera dieksekusi secara massif adalah how to get society informedterkait rasio utang Indonesia dan pemanfaatannya, bukan sekedar informing saja. Sadar APBN dan menginformasikan dengan lebih tepat dan komprehensif terhadap setiap segmentasi masyarakat akan menggiring publik ke arah pemahaman yang komprehensif terkait utang pemerintah. Bukan tanpa alasan mengingat beda segmentasi, maka key message, channel komunikasi, komunikatornya, timing-nya pun harus diperhatikan saat delivery-nya.

Sebagai penutup, APBN merupakan instrumen untuk mewujudkan masyarakat yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, yang adalah cita-cita bangsa. Dengan mengelola rasio utang dengan baik dan mengalokasikan utang tersebut untuk belanja negara yang produktif, maka bukan tidak mungkin kesejahteraan masyarakat yang merata akan segera terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rasio Utang Terkelola, Produktivitas Terwujud, Rakyat Sejahtera

Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar kata Utang?  Kecenderungan orang akan berpikir parsial dengan terarah ke negatif k...